sering mendengar khatib atau penceramah menyebut-nyebut kata takwa atau
taqwa. Apa itu takwa, apa hubungannya dengan landasan hidup kita?
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 102
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim” (QS. Ali Imran 3:102).
Ayat ini mengandung perintah untuk bertakwa dengan kualitas yang baik dan
totalitas serta menjaga keimanan kepada-Nya hingga akhir hayat. Konteks ayat
ini menunjukan keikhlasan dalam menjalankan perintah dan larangan Allah swt.
Ayat ini mengingatkan kita semua sesungguhnya takwa bukanlah hanya sekedar
rasa takut kepada-Nya, akan tetapi hubungan yang mendalam dengan Allah swt yang
dilandasi dengan rasa hormat, ketaatan dan cinta yang tulus kepada-Nya.
Serta penting nya untuk selalu menjaga keimanan, kepercayaan kepada Allah
swt sampai diri ini di kembalikan kepada-Nya
Tulisan ini akan mengeksplorasi lebih dalam lagi apa makna yang terkandung
dari Surah Ali Imran ayat 102 dan bagaimana pesan yang terkandung di dalamnya
dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat ini memberikan pesan bahwa kehidupan ini hanya fatamorgana dengan
mengingatkan kaum muslim agara selalu menjaga keimanan, kepercayaan dan
ketaatan sampai akhir hayat karna pentingnya konsistensi dalam beribadah dan
penghambaan kepada Allah sepanjang hidup.
Dalam kitab tafsir Fathul Qadir (Asy-Syaukani, 2007:460) اتقوالله حق تقته
yakni, ketakwaan yang semestinya terhadap Allah swt, yakni seorang hamba tidak
meninggalkan sesuatu apapun yang wajib dilaksanakannya, dan tidak melakukan
sesuatupun yang harus ditinggalkannya serta berupaya untuk mengerahkan
kemampuannya untuk itu.
Al- Qurtubi menyatakan, ”Para muffasir menyebutkan, ketika ayat ini turun,
para sahabat berkata, ”Wahai Rasululllah, siapa yang mampu melakukan
ini?” para sahabat merasa keberatan dalam hal ini, lalu Allah menurunkan
QS: At-Thagabun:16, sehingga ayat 102 Ali imran dihapus oleh QS: at-Thagabun.
Kisah ini diriwayatkan dari Qatadah. Ar-Rabi dan Ibnu Zaid, Muqatil mereka
mengatakan QS: Ali Imran tidak ada yang di hapus, ada yang mengatakan bahwa
firman Allah swt اتقوالله حق تقته (yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benarnya takwa kepada-Nya) dijelaskan oleh firman Allah swt
pada Qs.at-Thagabun ayat 16 فاتقالله ما استطعتم (Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupan mu) jadi kedua ayat ini tidak saling bertentangan akan
tetapi saling melengkapi.
Kalimat ولاتموتن الا وانتم مسلمون (Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam) yakni, janganlah kalian berkondisi
selain dalam kondisi beragam Islam, ini adalah (pengecualian yang ‘amilnya
berfungsi setelahnya).
Posisi kalimat وانتم مسلمون (dalam keadaan beragama Islam) pada
posisi yang menerangkan kondisi.
Dalam kitab Tafsir al-Misbah (M.Qurais shihab,
2000:185-187) Abdullah bin Mas’ud memahami arti haqqa tuqatihi dengan
artian menaati Allah dan tidak sekali kalipun mendurhakainnya, mengingatnya
tanpa sedikit lupa padanya serta mensyukuri nikmat Allah swt tanpa ada satu pun
nikmat yang diingkarinya.
Quraisy Shihab mengatakan apabila kita melihat redaksi sebenar benar takwa
kepadanya terkesan bahwa kita dituntut untuk memberikan balasan sesuai dengan
kebesaran, keagungan, dan anugrah yang Allah berikan.
Contohnya seperi lebah memberi madu sesuai dengan sari kembang yang diisap
olehnya. Begitupun manusia sebanyak nikmat yang Allah berikan kepadanya
sebanyak itu pula manusia mengabdikan dirinya kepada tuhannya.
Penafsiran Abdullah bin Mas’ud dibatalkan ulama dan memberikan penjelasan
makna yang tepat yaitu dengan firman Allah swt: “Maka bertakwalah kamu kepada
Allah menurut kesanggupanmu.”
Dari kedua ayat yang Allah turunkan sebagai petunjuk QS.Ali Imran
menjelaskan tentang batas akhir dan puncak takwa yang sebenarnya sedangkan
QS.At-Thagabun memberikan pesan agar tidak meninggalkan takwa sedikitpun.
“Janganlah kamu sekali-kali mati melainkan dalam keadaan berserah diri
kepada Allah (memeluk agama islam).”
Pada Tafsir Jami’ul Bayan (Abu Ja’far Muhammad bin
Jarir,2009) maknanya adalah “Wahai orang-orang beriman kepada Allah dan
rasulnya bertakwalah kalian kepada Allah swt, (takutlah kepadanya sehingga kamu
merasa selalu diawasi oleh Allah swt). Sehingga kamu menaatinya dan menjauhi
segala larangannya dengan rasa takut yang sebenar-benarnya, Allah lah yang kamu
syukuri sehingga kamu tidak mengkufurinya, dialah Allah yang kamu ingat
sehingga tidak sedikit pun kamu melupakannya. Wahai orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul janganlah kamu mati kecuali dalam beragama islam, yakni
tunduk dan patuh dalam ketaatan kepadanya juga ikhlas dalam beribadah hanya
kepadanya.”
Dalam kitab Marah Labid (Syekh Nawawi al-Bantani, 2000)
beliau merinci makna perintah untuk bertakwa. Adapun point utama yang saya
ambil dari penafsirannya, menjelaskan bahwa “takwa yang sebenar benarnya”
adalah dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangannya
secara menyeluruh beliau menekankan takwa dalam aspek lahir dan batin baik
dalam hablum minallah dan hablum minannas.
Tentang kalimat “Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim”, beliau
memberikan penekanan betapa pentingnya istiqomah dalam beragam Islam hinga
akhir hayat. Beliau mengingatkan bahwa diri seseorang tidak bisa memastikan
bagaimana akhir dari kehidupannya.
Takwa dan Sabab Nuzul Turunnya QS: Ali Imran
ayat 102
Al-Farabi dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia
berkata, pada masa jahiliah, kaum ‘Aus dan kaum Khazraj saling
bermusuhan. Kemudian pada masa Islam suatu ketika mereka sedang duduk-duduk
bersama mereka teringat kembali permusuhan yang pernah terjadi diantara
keduanya, sehingga emosi dan kemarahan mereka terpancing.”
“Kemudian mereka bergabung kepada pihak mereka masing-masing, yang berasal
dari ‘Aus pada kelompok ‘Aus begitupun kaum Khazraj sambil membawa senjata
mereka masing-masing. Lalu turunlah ayat 101-103 Surah Ali-Imran. (Tafsir
al-Munir, Wahbah az-Zuhaili, 2009:359)
Munasabah QS. Ali Imran ayat 102 memiliki keterkaitan dengan ayat sebelum
dan sesudahnya, dengan ayat sebelumnya ayat 101 mengingatkan orang-orang
beriman agar tidak terjebak dalam kesesatan.
Takwa dan pilar tegaknya kaum Muslimin
Kemudian turun ayat 102 yang menyeru untuk meningkatkan ketakwaan dan
menjaga keimanan hingga akhir hayat. Tentang persatuan yang dijelaskan
oleh ayat 103 yang dimana ada 2 pilar tegaknya kaum muslimin.
Pertama, pilar iman dan takwa
Kedua,
pilar ukhwah (persaudaraan) dengan memegang erat tali Allah
janji dan agamanya.
Ketiga ayat ini memiliki keterkaitan yaitu keimanan, ketakwaan dan
persatuan.
Hikmah QS: Ali Imran ayat 102 kedalam
kehidupan sehari hari
Pentingnya bertakwa sebagai pegangan dalam kehidupan ayat ini mengajarkan
kita ketakwaan bukanlah hanya kepatuhan dalam beritual, akan tetapi sikap hidup
yang meliputi seluruh aspek kehidupan.
Dengan bertakwa dengan sungguh-sungguh pastinya seseorang akan lebih
berhati-hati dalam melakukan setiap perbuatannya dan memastikan semua
perbuatnnya bernilai ibadah.
Kesadaran tentang akan datangnya kematian ayat ini mengingatkan kehidupan
dunia hanyalah sementara dengan menyadarinya kita pastinya akan mempersiapkan
diri untuk akhirat dengan menjalani hidup dengan bijak dan menyeimbangi antara
urusan duniawi dan ukhrawi.
Keistiqomahan sebagai kunci hidup muslim hidup dalam beragam Islam berarti
kita menjaga konsisten dalam beriman dan beramal bahkan saat mengahadapi
kesulitan.
Dengan berkomitmen untuk terus memperbaiki diri, tidak menyerah pada godaan
dan tetap dalam koridor ketaatan padanya hingga akhir hayat.
Takwa sebagai landasan hidup
Refleksi dalam QS. Ali Imran ayat 102 yaitu adalah bagaimana konsep
takwa dapat diaplikasikan dalam kehidupan modern?
Apakah takwa kita sudah mencakup kedalam aspek sosial, seperti empati,
keadilan, atau berperan dalam memperbaiki masyarakat takwa dalam ayat ini
adalah takwa yang bersifat global bukan hanya individual tetapi juga bagaimana
dampaknya memberi manfaat bagi lingkungan sekitar.
Bisa kita implementasikan dengan memperbanyak atau membiasakan diri dengan
berintropeksi harian seperti; “Apakah hari ini aku sudah melakukan pekerjaan
yang menghantarkan dan mendekatkan diri pada Allah?”
Lalu kesadaran akan datangnya kematian, bisa kita mempertanyakan pada diri
kita sendiri; “Apakah kegiatan, kebaikan yang aku lakukan hari ini dapat
membantuku tetap dalam agama islam hingga akhir hayat?”
Mungkin kita bisa menerapkan dalam kehidupan sehari hari kita dengan
melakukan amalan amalan yang sederhana namun konsisten dan bernilai.
Contoh kecilnya seperti tidak meninggalkan dzikir dimanapun diri kita
berada, dengan menjaga sholat tepat waktu, rajin membaca Al-Qur’an. Dan
menjadikan kematian bukan sebagai ketakutan dalam diri akan tetapi jadikan
motivasi untuk selalu memperbaiki diri agar kita wafat dalam keadaan husnul
khatimah.
Dalam bermasyarakat kita bisa lihat bagaimana kebanyakan masyarakat sering
terjebak pada hal-hal yang menjauhkan diri mereka dari nilai agama Islam.
“Apakah masyarakat sudah diarahkan agar hidup dengan ketaatan (takwa)?.
Bisa kita mulai dari diri sendiri dengan kita berkontribusi dalam suatu
organisasi, atau komunitas atau lingkungan yang sedang di tempati, seperti kita
perlahan untuk berdakwah dengan akhlak baik, sopan santun, tidak menyinggung
agar dakwah kita bisa menjadi contoh positif dalam hal apapun terutama dalam
hal hubungan sosial?”
Dengan kita memiliki pandangan kritis seperti ini kita juga bukan hanya
mengamalkan ayat ini dalam kehidupan pribadi, tetapi kita juga dapat
berkontribusi untuk membawa manfaat, menebarkan manfaat bagi orang lain.
Seperti kata guru saya, yang selalu saya ingat; “Kita manfaat, maka
kita ada.”*/ Salma Fiki Shalehah, Universitas PTIQ
Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar